Monday, April 6, 2020

Pendahuluan Kata

Buku DOKTER RIMBU dikarang ketika penulis berada dalam penjara Belanda di Jogja, antara Desember 1948 dan Juni 1949.

Karena waktu itu tidak memiliki catatan-catatan yang diperlukan, maka isi buku itu, tidaklah begitu lengkap. Juga nama-nama mereka yang disebut-sebut, dengan sengaja ditukar dengan nama-nama samaran, terutama karena banyak nama-nama yang tidak diingat benar-benar.

Banyak peristiwa-peristiwa penting diingatkan kembali oleh isteri saya, Hafni Zahra, yang dengan begitu dapat ditambahkan kisahnya dalam buku ini.

Dewasa ini oleh beberapa teman-teman sejawat dokter-dokter dirasakan keperluannya buat menerbitkan cetakan kedua buku itu. Menurut mereka supaya dapat memberi gambaran atas hidup dan suka-duka hidup seorang dokter muda yang bekerja di daerah pedalaman, yang masih setengah hutan dan jauh dari segala kesibukan dokter di kota besar, kepada dokter-dokter angkatan muda sekarang yang ribuan banyaknya itu.

Juga bahwa seorang dokter muda yang idialis, dan berdedikasi pada ilmunya serta berperasaan kasih pada bangsanya yang berada jauh di pedalaman, dapat banyak menolong pembangunan bangsa dan negaranya.

Cerita-cerita dalam buku ini sebenarnya banyak berupa autobiografi dan kejadian-kejadian yang diceritakan tidak berlebih-lebihan, malahan banyak kisah-kisah yang tidak dikemukakan supaya jangan menjemukan.

Detail-detail dari laporan-laporan kerja kedokteran yang dibikin pada waktu itu banyak terdapat dalam majalah-majalah ilmiah kedokteran berbahasa Belanda sebelum perang dunia ke II yang diuraikan panjang lebar.

Justeru karena laporan-laporan ilmiah itulah penulis ketika hendak mencapai titel Eropa: Arts atau M.D. dibebaskan oleh fakultas kedokteran dari eksamen-eksamen doctoral I dan II dan dapat langsung diuji sebagai Semi-Arts dan Arts.

Kemudian sebagai dokter Angkatan Laut Belanda dalam perang dunia kedua, di kapal-kapal perang di laut Samudera Indonesia, di medan perang Singapura dan di rumah-rumah sakit tentara di Bombay dan Singapura, kemudian kepala rumah-rumah sakit lain, dan sebagai spesialis penyakit dalam, yang sejarah hidupnya seterusnya, didorong oleh dedikasi yang telah pernah tertanam dalam jiwanya, ketika ia masih sebagai "dokter rimbu" di pedalaman Sumatera yang sunyi itu. Baik diterangkan juga, bahwa sebelum ditempatkan di Indragiri, lebih dulu penulis menjadi assisten dari Prof. Dr. Heinemann pada Dinas dan Rumah Sakit Perkebunan Tanjung Morawa (Medan-Deli), dimana latihan praktek kedokteran menyeluruh diperdapat antara tahun 1932-1934.

Mudah-mudahan teman-teman sejawat dokter yang menganjurkan menerbitkan kembali buku ini benar dalam pendapat mereka, bahwa dokter-dokter muda yang jumlahnya ribuan itu sekarang ini, sudi mengabdikan sebahagian hidupnya sebagai dokter di pedalaman pulau-pulau Nusantara Republik Indonesia yang kita cintai ini, demi kelancaran pembangunan bangsa kita yang jutaan banyak itu, dan memerlukan sekali pertolongan seorang dokter yang setia kepada Sumpah Kedokterannya ketika dilantik menjadi dokter.


El. Hakim

(Prof. Dr. Abu Hanifah M.D.)

No comments:

Post a Comment